Tugas MPKTA (LTM) : “Kekuatan dan Kelemahan Transendensi”
“Kekuatan
dan Kelemahan Transendensi”
Oleh Elsa Manora, 1506688014
I.
Judul teks/buku : On transcendence in Transpersonal
Psychology/ Shadow, Self, Spirit: Essays in Transpersonal Psychology
Pengarang :Michael Daniels
Data Publikasi : Liverpool, Imprint Academic
Jumlah halaman : 15 hal
II.
Judul : Imajinasi dan
Transendensi: Pemabacaan Destruktif Heidegger atas Doktrin Skematisme Kant
Pengarang : Adry Nugraha
Data Publikasi : Skripsi Gelar Sarjana Filsafat Islam pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta 2008.
Jumlah halaman :83 hal
Di sepanjang sejarahnya, manusia
tidak pernah berhenti berikhtiar menafsirkan fenomena-fenomena transendensi
yang mereka saksikan. Dalam kebudayaan-kebudayaan primitif, fenomena
transendensi pada awalnya disadari dalam peristiwa gerak atau adanya kehidupan.
Penafsiran atas fenomena transendensi ini terus berlangsung, bahkan pada zaman
modern dimana sains mulai tumbuh dan spekulasi-spekulasi mistis mulai di
transformasi ke dalam penyelidikan-penyelidikan yang rasional dan empiris
(metafisika).
Konsep
transendesi merupakan konsep yang sulit untuk dipahami oleh macam-macam orang dengan berbagai hal yang ditafsirkan.Dalam
hubungan relasi antar setiap individu banyak orang yang menggunakan dugaan
transendensi untuk menyelundupkan
transendensi dalam berbagai pertanyaan tapi umumnya pada pertanyaan yang
bersifat metafisika dan asusmsi pada ilmu antologi. Ketika suatu kata
disebutkan tanpa ada penjelasan, misalnya seperti “Tuhan,”
“Kebaikan,””Semangat,” “Malaikat,” “Iblis,”.
Transendensi
dapat mencakup bahasan mengenai spritualitas seperti Tuhan atau Dewa. Namun
disini yang perlu ditekankan bahwa jangan membuat sesuatu menjadi kekuatan
manusia atau sihir. Menggunakan kata “metafisika” untuk menjawab pertanyaan
mengenai spiritualitas merupakan konsep bahwa tuhan adalah bagian dari alam
walaupun tak terlihat oleh kasat mata.
“Kritik
Rasio Murni” oleh Kant disebut juga
filsafat transendental dimana transendental “tidak membicarakan objek”
melainkan “cara”. Dalam “Kritik Rasio Murni,” Kant tidak membicarakan
“objek-objek” pengetahuan (mis, organ-organ tubuh,struktur materi, gerak benda,
sifat cahaya dan lain-lain) melainkan “cara” bagaimana objek-objek tersebut “diketahui” oleh subjek. Menurut
Kant, cara subjek mengetahui objek ialah dengan mempresentasikannya.
Representasi terjadi melalui intuisi dan rasio dan pengetahuan adalah
representasi “sintesis” keduanya. Filsafat transendental Kant sebagai
penyelidikan terhadap “cara” subjek mengetahui “objek”, dengan demikian,
menemukan arah penyelidikannya pada kemungkinan sintestis a priori. Sintesis
selalu berarti a posteriori (setelah pengalaman atau hasil dari pengalaman);
bahwa semua konsep yang diterapkan oleh
sintesis adalah berasal dari pengalaman. Salah satu konsenkuensi fatal pada
pandangan ini adalah bahwa semua gagasan keniscayaan, baik menyangkut substansi
suatu objek ataupun relasi kausial antar objek, karena tidak memiliki dasarnya
dalam pengalaman, maka ide keniscayaan
itu tidak lain semata-mata kebiasaan (custom). Pengalaman hanya melihatkan
kepada kita fakta-fakta yang bergantian yang berupa kesan-kesan (impressions),
tidak lebih dari itu.
Dari
sudut pandang inilah Kant berkesimpulan bahwa metafisika sebagai salah satu
produk kerja rasio yang tidak dapat dikatakan “ilmiah” karena konsep-konsep
yang dikemukannya tidak dapat diterapkan dalam pengalaman. Tentang sikapnya
terhadap metafisika, Kant sejak awal pengantarnya sudah menunjukkan sikap
ketidakpuasan. Baginya metafisika adalah spekulasi sembarang atas
kenyataan-kenyataan di luar pengalaman yang tidak bisa dibuktikan dan selalu
berakhir pada antinomi. Namun demikian, walaupun Kant berpandang kritis
mengenai metafisika dans sepakat tentang empirisme dalam beberapa tesis tentang
rasio dan pengalaman, dia menunjukkan bahwa metafisika merupakan gejala
transendensi yang sudah selalu ada pada kehidupan manusia. Hal ini bisa dilihat
dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan: “Apakah yang dapat kita ketahui?”,
“apakah yang harus kita lakukan?”, dan “apakah yang dapat kita harapkan?”. Bagi
Kant, pertanyaan-pertanyaan iniliah yang mengimplikasikan bahwa manusia selalu
melalui pada hal-hal yang melampui pengalaman, melalui fakta-fakta, dan itu
adalah sejenis kemampuan transendental bagi Kant.
Dari
35 arti dari transendense yang dirangkum oleh Maslow(1973), ini menarik bahwa
hanya ada tiga arti yang spesifik tentang transendensi , diantara yang lain
yang bersifat ambigu. Berikut 3 hal tesebut : Transpersonal Psychology Review,
Vol.5, No. 2, 3-11. (2001)
ü Pengalaman
Mistik, peleburan mistik
ü Pengakuan
terhadap Tuhan
ü Kesadaran
terhadap kosmis
Selanjutnya,
ketika Maslow menyatukan istilah kata dari transendensi menjadi satu rangkuman
definisi, maka ia mengakhiri dengan kalimat berikut: “Transendens memberikan
referensi analsisis level yang tinggi dan mendalam pada kesadaran manusia untuk
mempunyai hubungan satu sama lain, berbaur dengan orang-orang pada umumnya lalu
kepada alam dan kosmos.
Ini
adalah observais signifikan, khususnya ketika kita menyadari bagaimana, cara yang
kontras, teori paradigma yang dominan dalam mempromosikan perspektif
religiousitas. Dan transendensi adalah cara yang luas melihat paradigma ini
sebagai ekuivalen pada pencapaian fisik, spiritual pernyataan dan struktur
mistik, sebuah proses yang sangat memfasilitasi dari berbagai cara
pengaplikasian spiritual-fisik seperti meditasi .
Menurut
saya, filsafat transendental Kant (analisis sintesis murni) semacam ini pada
akhirnya bukan relevan bagi pertanyaan bagaimana metafisika itu mungkin sebagai
kecenderungan alamiah, tetapi juga bagaimaan agama itu mungkin sebagai
kecenderungan alamiah atau yang bisa disebut kecenderungan religious.
Kecenderungan religious disini adalah kecenderungan manusia pada sesuatu yang
tersembunyi dibalik penampakan, sesuatu yang di alam bawah sadar manusia,
sesuatu yang menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta. Keutamaan
Transendensi adalah kekuatan yang menempa oang untuk dapat memahami koneksi yang
ada dalam alams emesta, memahami daya-daya yang lebih besar dari manusia, dan
memperoleh makna dari kehidupan. Transendensi
ini mempunyai beberapa keutamaan yang mencakup kekuatan antara lain penghargaan
terhadap keindahan dan kesempurnaan, kebersyukuran, harapan, optimis mengenai
masa depan, menikmati hidup dengan selera humor dan spiritualitas.
Komentar
Posting Komentar